Gunung Tambora merupakan gunung berapi yang sejarahnya begitu dikenal di dunia, karena pernah memiliki letusan paling mematikan. Gunung yang berada di timur Nusantara ini telah menciptakan teror hingga ke Eropa pada tahun 1816.
Tak heran jika Gunung Tambora telah mengundang banyak peneliti dari berbagai penjuru dunia untuk menguak sejarah masa lalu yang telah terkubur ratusan tahun silam. Gunung ini'pun disebut sebagai Pompeii dari Timur.
Tak heran jika Gunung Tambora telah mengundang banyak peneliti dari berbagai penjuru dunia untuk menguak sejarah masa lalu yang telah terkubur ratusan tahun silam. Gunung ini'pun disebut sebagai Pompeii dari Timur.
Gunung Tambora berada di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Gunung ini termasuk salah satu dari 10 Gunung di Indonesia yang Pernah Meletus Dasyat. Letusan Gunung Tambora tepat dua abad pada April 2015 lalu.
Efek letusan hebat yang mengubur tiga kerajaan serta menewaskan hampir seluruh penduduknya dikenal dengan sebutan years without summer di Eropa hingga setahun setelahnya. Aerosol Sulfat yang dihembuskan Gunung Tambora menutupi langit Eropa, sehingga menyebabkan krisis kemanusiaan terbesar Eropa di era modern.
Asal Mula Gunung Tambora
Menurut ceria turun temurun, asal mula Gunung Tambora ada dua versi, yaitu:
- Berasal dari kata lakambore (Bahasa Dompu/Bima) yang berarti 'mau kemana'.
- Berasal dari kata ta yang berarti mengajak dan mbora yang berarti menghilang.
Kedua versi itu muncul dari adanya cerita turun temurun tentang seorang pertapa. Konon dahulu ada seorang pertapa sakti yang pertama kali ke gunung tersebut, namun tidak ditemukan lagi karena menghilang (moksa).
Pertapa sakti tersebut pernah menampakkan diri di sebuah pulau di sebelah barat laut Pulau Sumbawa yang juga terlihat dari puncak Gunung Tambora. Pulau tersebut dinamai Pulau Satonda yang berasal dari kata tonda - berarti jejak atau tanda kaki.
Sejarah Singkat Gunung Tambora
Gunung Tambora merupakan gunung berapi tipe stratovolcano berbentuk kerucut dengan tinggi 4.200 mdpl, sehingga menjadikannya sebagai gunung berapi tertinggi di Indonesia saat itu. Kini, gunung berapi tertinggi di Indonesia adalah Gunung Kerinci dengan ketinggian 3.805 mdpl.
Di sekitar Gunung Tambora saat itu terdapat tiga kerajaan, yaitu Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar. Daerah di sekitar Gunung Tambora begitu subur dan diperkirakan menghasilkan berbagai hasil bumi seperti padi, kopi, kapulaga, kemiri, madu, lada, kain tenun dan kuda. Hal ini menyebabkan adanya perdagangan dengan kerajaan di sekitarnya dan juga VOC.
Letusan Gunung Tambora
Letusan dahsyat pada tahun 1815 menyebabkan Gunung Tambora kehilangan hampir seluruh tinggi dan volumenya. Tinggi asli Gunung Tambora 4.200 mdpl, ketinggian setelah letusan menjadi 2.730 mdpl. Kaldera yang terbentuk memiliki diameter 8 kilometer dengan tinggi dasar kawah 1.300 mdpl.
Ketika meletus, Gunung Tambora diperkirakan melontarkan sebanyak 163 kilometer kubik material vulkanik dan menjadikannya sebagai letusan terhebat yang tercatat dalam sejarah peradaban manusia dengan skala 7 VEI (Volcanic Explosivity Index).
Tiang abu letusan Gunung Tambora tahun 1815 diperkirakan setinggi 25 kilometer. Selain menutup sekitarnya dengan debu vulkanik dan aliran awan panas, letusan ini memuntahkan uap air (H2O) serta belerang dioksida (SO2) ek dalam atmosfer.
Kombinasi kedua zat ini menciptakan tetesan asam sulfat (H2SO4). Selubung tetesan kecil ini disebut aerosol, menyebar ke seluruh dunia, memantulkan radiasi matahari sehingga menciptakan cuaca dingin yang tidak normal.
Berikut adalah kronologi letusan Gunung Tambora :
- 1812 : Terjadi letusan-letusan kecil.
- 5 April 1815 : Suara erupsi terdengar sampai di Makassar, Jakarta dan Ternate.
- 10-11 April 1815 : Suara letusan terdengar hingga di Sumatra. Gempa terasa sampai ke Surabaya. Madura tertutup abu selama 3 hari. Aliran material vulkanik mencapai 100 kilometer kubik. Kolom letusan mencapai tinggi 43 kilometer. Abu vulkanik mencapai Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan, menyebabkan gagal panen.
- Pertengahan 1815-1816 : Aerosol asam sulfat menyebabkan perubahan iklim dunia.
- 1816 : Tahun tanpa musim panas menyebabkan Benua Eropa dan Amerika gagal panen. Mengubah angin muson. Banjir musim kemarau melanda India, Pakistan dan Bangladesh. Penyakit kolera menyebar dari India hingga Rusia.
Material awan panas menerjang ke kawasan Kerajaan Tambora dan Kerajaan Pekat. Lapisan abu berupa pasir halus kehitaman hasil letusan freatomagmatik menerjang Kerajaan Sanggar dan meluas hingga Pulau Moyo. Sementara disekeliling radius tersebut, ada endapan yang tersusun dari lapisan-lapisan batu apung.
Sebaran Abu Vulkanik |
Peneliti dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Igan Supriatman Sutawidjaja menyebutkan, distribusi awan panas diperkirakan mencapai area 820 kilometer persegi. Jumlah total gabungan awan panas dan batuan totalnya 874 kilometer persegi. Ketebalan awan panas rata-rata 7 kilometer, tapi ada yang mencapai 20 kilometer.
Aliran awan panas (piroklastik) merupakan batuan halus bersuhu mencapai 1.000 derajat Celcius dengan kecepatan tinggi 700 km/jam. Aliran ini yang memusnahkan hutan, pemukiman, sekaligus menghapus keberadaan Kerajaan Pekat dan Kerajaan Tambora.
Wilayah Kerajaan Tambora dan Sanggar kemudian dikuasai Kerajaan Bima, sedangkan bekas Kerajaan Pekat dikuasai Kerajaan Dompu.
Aliran Awan Panas |
Letusan Gunung Tambora memang dahsyat, bahkan terkuat yang pernah tercatat dalam sejarah manusia modern. Magnitudo letusan Gunung Tambora berdasarkan VEI (Volcanic Explosivity Index) berada pada skala 7 - 8, hanya kalah pada letusan Gunung Toba sekitar 74.000 tahun lalu yang ada pada skala 8.
Jumlah korban tewas akibat letusan Gunung Tambora mencapai kisaran 71.000 jiwa, ada ahli yang menyatakan 91.000. Sekitar 10.000 orang tewas secara langsung akibat letusan dan sisanya karena bencana kelaparan dan penyakit. Jumlah ini belum termasuk kematian yang terjadi di negara-negara Benua Eropa dan Amerika yang mengalami tahun tanpa musim panas.
Legenda Letusan Gunung Tambora
Jaman dahulu, letusan gunung selalu dikaitkan dengan azab Tuhan karena ulah manusia durhaka. Tak berbeda dengan kisah gunung-gunung berapi yang lain, masyarakat Sumbawa yang selamat dari letusan Gunung Tambora juga menciptakan kisah-kisah serupa, yaitu 'Syair Kerajaan Bima' oleh Khatib Lukman dan kisah narasi yang didokumentasikan oleh PP Roorda van Eysinga.
Konon letusan Gunung Tambora terjadi karena Sultan yang durhaka. Dikisahkan seorang Arab bernama Said Idrus dari Bengkulu kala itu singgah di negeri Tambora.
Suatu saat, dilihatnya seekor anjing di dalam masjid, maka dia menyebut Sultan Kafir, karena anjing diharamkan dalam agama islam. Sultan yang marah akhirnya berniat balas dendam. Kemudian dia mengundang Said Idrus dan menjamunya makan dengan lauk daging.
Said Idrus memastikan bahwa daging yang akan dimakannya bukanlah daging anjing ataupun babi. Sultan'pun berbohong dan mengatakan itu bukanlah daging haram. Setelah Said Idrus memakannya, barulah Sultan mengatakan bahwa daging tersebut adalah daging anjing. Said Idrus murka, dia'pun mengutuk negeri Tambora.
Waktu itulah api menyala di gunung, mengejar para pembunuh di kota, hutan, darat dan laut, sampai lautan Tambora menyala. Api berkobar selama beberapa hari dan ribuan orang tewas hingga kemudian turun hujan abu. Seluruh pulau menderita kelaparan.
Sekitar 10.000 lebih penduduk Sumbawa meninggal atau mengungsi, ternak dan ladang dibinasakan abu dan selama tiga tahun tidak bisa digarap. Beberapa waktu kemudian tiga ombak besar melanda negeri Tambora dari arah selatan yang menyebabkan tujuh kampung tenggelam.
Pompeii Dari Timur
Bibir Kawah Gunung Tambora |
Temuan ini ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia. Di Pompeii, pengunjung bisa belajar banyak hal mulai dari arkeologi hingga sejarah masa lalu. Penemuan yang digali berupa puing bangunan, jalanan batu, hotel, keramik, pasar, sejumlah lukisan, dan sebagainya.
Letusan Gunung Tambora yang berlipat kali lebih dahsyat dibanding Gunung Vesuvius dan dampak letusannya yang mengglobal, mungkin suatu saat akan menjadi warisan dunia. Penggalian arkeologi yang terus dilakukan semakin banyak menyingkap jejak peradaban yang telah terkubur lebih dari dua abad silam. Layaknya Pompeii, peradaban Tambora yang bertahun-tahun terkubur pun akan mulai terkuak.
Kelahiran Doro Afi Toi
Setelah letusan dahsyat pada tahun 1815, Gunung Tambora tidak pernah kembali bergejolak. Kaldera raksasa yang tercipta dipagari tebing curam yang menghunjam dalam hingga 1.200 meter ke perut bumi dan tampak mengerikan dilihat dari puncak Gunung Tambora - Puncak Kabut.
Sebelum 1815, lubang kaldera itu adalah bebatuan yang menjulang dengan ketinggian 4.200 mdpl sebelum lenyap hampir separuhnya karena letusan dahsyat. Doro Afi Toi perlahan tumbuh di dasar kaldera dengan asap tipis mengepul dari sana, menandakan bahwa Tambora tidak benar-benar mati.
Pada tahun 1967, Tambora meletus kecil di bawah skala 1 VEI. Awal Agustus 2011, asap putih tebal membumbung hingga 20 kilometer dari Doro Afi Toi. Meski tidak ada aktivitas seismik yang berarti sejak tahun 1815, Pusat Vulkanologi, Mitigasi dan Bencana Geologi masih terus memantau Gunung Tambora. Mungkinkah anak Gunung Tambora akan meletus dahsyat seperti ibunya?
Kini Gunung Tambora yang disebut sebagai si Pompeii dari Timur ini layaknya sebuah warisan dunia yang terus menjadi tujuan para arkeolog untuk mengungkap kisah masa lalu. Penggalian arkeologi yang terus dilakukan semakin banyak menyingkap temuan jejak peradaban yang terkubur oleh letusan selama lebih dari dua abad silam. Jejak peradaban yang terkubur pun harus menunggu kesempatan untuk berbicara.