Wisata Kampung Adat di Flores. Flores menyimpan banyak destinasi yang layak untuk dikunjungi. Bukan hanya pesona alamnya yang dijuluki 'Surga yang Jatuh ke Bumi', Flores juga kaya akan tradisi dan budaya. Identik dengan tenun dan tari-tarian, pulau cantik di Indonesia ini masih dilengkapi kampung-kampung adat yang menjadi wisata budaya nan eksotis di Nusa Tenggara Timur.
Sebagian besar masyarakat di Flores masih lekat dengan adat budaya nenek moyang. Sehingga kampung adat'pun tidak sekedar kampung adat yang hanya dipertontonkan, tetapi juga masih menjadi tempat tinggal turun temurun dengan budaya yang masih berkembang hingga kini.
Jika ada banyak motif tenun, maka kampung adat yang tersebar di Flores juga tidak sedikit. Ada 6 kampung adat yang masih berdiri kokoh dengan bangunan unik dan budaya yang masih diterapkan pada masing-masing suku adat disana. Mengenal Flores tentu tidak hanya mengunjungi kampung adat yang fenomenal, Waerebo. Ada banyak adat budaya yang perlu dikenal dengan kultur budaya yang tentunya berbeda.
Berikut 6 Kampung Adat yang populer dan terkenal di Flores :
1. Kampung Adat Waerebo
Kampung Adat Waerebo |
Siapa yang tidak kenal kampung adat fenomenal satu ini?. Banyak jasa travel yang menawarkan liburan mengunjungi tempat yang didaulat sebagai desa tradisional terindah di Indonesia ini. Kampung adat dengan latar belakang penorama alam yang mempesona, pasti menggiurkan bagi siapapun yang melihatnya.
Waerebo berada di Kabupaten Manggarai, berada di ketinggian 1.200 mdpl. Untuk mengunjungi kampung adat Waerebo, wajib trekking sejauh 7 kilometer untuk sampai ke desa tertinggi ini. Meski begitu, setiap harinya kampung adat ini tidak pernah sepi dari wisatawan lokal maupun mancanegara.
Berada di barat daya Kota Ruteng dengan lokasi yang lumayan tinggi, Kampung Adat Waerebo menawarkan panorama alam pegunungan yang berpadu dengan nuansa lampau dengan adanya 7 rumah adat berbentuk kerucut yang berumur lebih dari 60 tahun. Bukan hanya keindahannya, keramahan penduduk juga akna menyambut siapapun yang datang.
Rumah adat yang disebut Mbaru Niang inilah yang menjadi daya tarik utama Kampung Adat Waerebo. Rumah adat ini terbuat dari kayu dengan atap ilalang berbentuk kerucut, menciptakan arsitektural yang unik. Berkumpul di lahan luas dihiasi perbukitan, membuat hawanya sejuk dan seolah kembali ke alam. Bukan hanya itu, kehidupan masyarakat yang masih tradisional juga patut diacungi jempol. Sebagian masyarakat umumnya bertani dan membuat tenun bagi wanita.
Merasakan hangatnya kopi di puncak bukit nan hijau Desa Waerebo, tentu menjadi hal yang sangat diidam-idamkan bagi siapapun. Tempat bersejarah ini menjadi situs warisan budaya dunia oleh UNESCO pada 2012.
2. Kampung Adat Bena
Kampung Adat Bena |
Kampung Bena dikenal juga dengan sebutan Kampung Megalitikum. Kenapa?, karena masyarakat di kampung ini masih mempertahankan tradisi leluhur mereka sejak zaman batu. Sehingga jangan heran ketika memasuki area Kampung Bena, kehidupan seolah-olah berubah mundur ke ribuan tahun silam.
Kampung Bena berada di Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada. Kampung ini terletak di kaki Gunung Inerie, gunung berapi tertinggi di Flores. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat lama pemuja gunung sebagai tempat pada dewa (id.wikipedia.org).
Ada sekitar 40 rumah adat di Kampung Bena. Bangunan kuno ini terbuat dari kayu beratap rumbai-rumbai. Lahan pemukiman dibiarkan sesuai kontur asli tanah berbukit dengan bentuk perkampungan yang berundak-undak.
Kehidupan di kampung ini masih dipertahankan bersama budaya zaman batu yang tidak banyak berubah. Ada 9 suku yang mendiami Kampung Bena yaitu suku Bena, Dizi, Dizi Azi, Wahto, Lalulewa, Deru Solamae, Ngada, Khopa dan suku Ago. Rumah suku bena ada di tengah karena dianggap suku paling tua dan pendiri kampung.
Kehidupan di kampung ini masih dipertahankan bersama budaya zaman batu yang tidak banyak berubah. Ada 9 suku yang mendiami Kampung Bena yaitu suku Bena, Dizi, Dizi Azi, Wahto, Lalulewa, Deru Solamae, Ngada, Khopa dan suku Ago. Rumah suku bena ada di tengah karena dianggap suku paling tua dan pendiri kampung.
Tidak hanya menawarkan keunikan bangunan kuno dan tradisi jaman megalitikum yang masih dibawa, pemandangan di Kampung Bena tidak perlu diragukan. Berdiri di kaki gunung, tampak panorama Gunung Ineria yang tampak berpasir kering yang gagah menakjubkan.
Umumnya, warga di Kampung Bena bermata pencaharian sebagai peladang dan bertenun bagi wanita yang masih menggunakan alat tenun tradisional. Kampung Bena sama sekali belum tersentuh teknologi dan diperkirakan sudah ada sejak 1.200 tahun yang lalu.
3. Kampung Adat Wologai
Kampung Adat Wologai |
Selain mengunjungi Danau Kelimutu, jangan lupa mengunjungi kampung adat Wologai sebelum kembali ke Kota Ende. Kampung adat Wologai terletak di Desa Wologai, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende. Kampung adat ini berada di ketinggian 1.045 mdpl dan diperkirakan sudah berumur sekitar 8 abad.
Ada 18 rumah adat, diantaranya ada 5 rumah suku dan satu rumah besar tempat menyimpan pusaka suku. Rumah Adat Wologai berupa rumah panggung berbentuk persegi panjang dengan atap ijuk berbentuk kerucut. Di setiap rumah ada teras untuk bersantai dan menerima tamu.
Ada yang menarik di pintu masuk rumah. Jika di pintu masuk menuju ruang utama terdapat pahatan berbentuk payudara, mana rumah tersebut adalah milik perempuan.
Ada yang menarik di pintu masuk rumah. Jika di pintu masuk menuju ruang utama terdapat pahatan berbentuk payudara, mana rumah tersebut adalah milik perempuan.
Ada sebuah tempat terlarang bagi wisatawan yaitu di Tubu Kanga, tempat paling tinggi yang hanya dimasuki tetua adat saat upacara adat. Nah, deretan rumah panggung tersebut itu dibangun melingkar mengitari Tubu Kanga, atau lebih tepatnya altar untuk persembahan.
Kampung adat milik Suku Lio ini masih mempertahankan bentuk kampung adat karena tunduk pada perintah leluhur. Selain itu masyarakat disini juga masih menjadi tradisi yang sudah dilakukan turun temurun. Ada dua ritual besar di Kampung Adat Wologai, yaitu Keti Uta (panen padi, jagung, kacang) dan Ta'u Nggua (tumbuk pagi).
4. Kampung Adat Nggela
Kampung Adat Nggela |
Kampung Adat Nggela berada di Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende. Desa dibawah kaki Gunung Kelibara ini dihuni oleh 17 orang Mosalaki (pemimpin adat) dengan 14 rumah adat beratap alang-alang kering. Namun pada tahun 2018, Kampung Adat Nggela terbakar. Sebanyak 22 rumah adat, satu balai pertemuan adat dan 10 rumah warga habis dilalap api.
Kampung ini merupakan kampung tradisional yang dibangun ratusan tahun silam. Kampung ini dibagi dalam empat zona. DI bagian utara ada zona dekoghele, di barat ada zona bhisu one, di timur terdapat zona mbiri dan di selatan ada zona embulaka. Kampung Adat Nggela dikenal dengan kerajinan tenun ikat dengan motif tenunan yang khas dan menarik.
5. Kampung Adat Todo
Kampung adat Todo |
Kampung Adat Todo dikenal juga sebagai pusat peradaban Minangkabau. Selain itu, kampung tradisional ini juga pusat kerajaan Manggarai di zaman dulu. Pada berbagai dokumentasi tertulis, konon raja-raja pertama di wilayah Manggarai Raya hidup dan tinggal di kampung yang berada di Lembah Todo tersebut.
Kampung adat Todo berada di Desa Todo, Kecamatan Satarmese Utara, Kabupaten Manggarai. Kampung ini memberikan nilai sejarah dan keindahan bagi masyarakat lokal maupun wisatawan. Kampung ini diakui sebagai asal mula Kerajaan Manggarai.
Salah satu ciri khas Kampung Todo adalah atau Niang Todo, rumah adat berbentuk bundar, beratap ijuk, berlantai kayu dan berbentuk kerucut. Hanya keturunan Raja Todo yang boleh menempati rumah kerucut ini.
Konon rumah ini adalah rumah adat tertua di Manggarai. Hal yang membedakan rumah adat ini dari rumah adat lain di Manggarai adalah adanya ukiran kayu di pintu masuk Rumah Adat Todo yang menggambarkan 'rahim'. Disini ada rumah adat bernama Niang Wowang, kampung tua dengan halaman dikelilingi batu melingkar.
Konon rumah ini adalah rumah adat tertua di Manggarai. Hal yang membedakan rumah adat ini dari rumah adat lain di Manggarai adalah adanya ukiran kayu di pintu masuk Rumah Adat Todo yang menggambarkan 'rahim'. Disini ada rumah adat bernama Niang Wowang, kampung tua dengan halaman dikelilingi batu melingkar.
Di dalam rumah Niang Todo ada gendang kecil yang konon terbuat dari kulit perut seorang gadis bernama Loke Nggerang dan beberapa meriam kuno. Di halaman rumah adat tersusun batu-batu membentuk lingkaran, dimana merupakan makam keturunan Raja Todo.
Kampung Todo kini menyisakan empat rumah adat berbentuk kerucut yang mirip dengan rumah di kampung adat Waerebo. Kampung Adat Todo juga tempat ajang reuni dan pesta dari keluarga besar keturunan Raja Todo, penguasa kerajaan besar di Manggarai 300 tahun silam.
6. Kampung Adat Gurusina
Kampung Adat Gurusina |
Kampung adat Gurusina berada di Desa Watumanu, Kecamatan Jerebu, Kabupaten Ngada. Kampung ini diperkirakan sudah ada sejak 5.000 tahun silam dan digadang-gadang menjadi kampung yang tertua di Flores. Ada 33 rumah adat yang dihuni oleh 3 suku yaitu Kabi, Agoazi, Agokae.
Penataan rumah adat di Gurusina hampir mirip dengan Kampung Adat Bena, yaitu berjajar dan berhadapan. Pada 2018 Kampung Adat ini terbakar, 27 rumah adat'nya ludes terbakar.
Penataan rumah adat di Gurusina hampir mirip dengan Kampung Adat Bena, yaitu berjajar dan berhadapan. Pada 2018 Kampung Adat ini terbakar, 27 rumah adat'nya ludes terbakar.
Masyarakat disini memiliki ciri khas dan tradisi unik, dimana setiap keluarga menyimpan ari-ari anaknya di dalam batok kelapa dan ditempatkan di dahan pohon paling tinggi dan rindang. Konon hal ini dilakukan agar anak menjadi penurut dan pelindung.
Pemukiman di Kampung Gurusina terbagi menjadi beberapa area seperti bangunan adat, rumah adat, pohon pelindung dan area perkebunan. Pondok yang ditinggali warga disebut Sao dan didepan rumah biasanya ada tanduk kerbau yang menjadi tana kejayaan dan kekayaan penghuninya. Hal yang unik adalah adanya batu megalitikum yang berdiri tegak di tengah kampung.
Selain 6 kampung tradisional tersebut, masih ada desa-desa adat lain dengan tradisi dan adat budaya yang tentunya berbeda. Namun, dari sekian banyak desa adat di Flores, hanya ada beberapa kampung adat yang kini sudah menarik wisatawan lokal hingga mancanegara. Selain wisata alam yang mempesona, Flores ternyata menyimpan wisata dengan jejak-jejak sejarah yang masih bisa ditelusuri. Tak salah kan tempat ini dijuluki sebagai 'Surga yang Jatuh ke Bumi'?