Gunung Berapi Aktif. Berada di jalur cincin api, keberadaan gunung berapi di Indonesia pastilah sudah banyak dikenal. Bukan saja dikalangan ilmuwan, tetapi juga para pendaki maupun photographer.
Selain bermanfaat untuk kesuburan tanah, lahan tambang, adanya sumber air panas dan objek wisata, letusan gunung berapi bisa menimbulkan banyak bencana. Tidak hanya bahaya untuk penerbangan, tetapi juga pernafasan. Letusan besar gunung berapi bisa mempengaruhi suhu, bahkan menyebabkan musim dingin vulkanik. Lalu apakah gunung berapi bisa mati?
Selain bermanfaat untuk kesuburan tanah, lahan tambang, adanya sumber air panas dan objek wisata, letusan gunung berapi bisa menimbulkan banyak bencana. Tidak hanya bahaya untuk penerbangan, tetapi juga pernafasan. Letusan besar gunung berapi bisa mempengaruhi suhu, bahkan menyebabkan musim dingin vulkanik. Lalu apakah gunung berapi bisa mati?
Gunung berapi tersebar di seluruh dunia, tetapi lokasi gunung berapi yang paling dikenali adalah gunung berapi di sepanjang busur Cincin Api Pasifik (Pacific Ring of Fire), dimana merupakan garis bergeseknya dua lempengan tektonik.
Semasa hidupnya, gunung berapi aktif mungkin saja berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya mati atau menjadi tidak aktif. Namun, gunung berapi juga mampu istirahat selama 610 tahun sebelum menjadi aktif kembali.
Berdasarkan frekuensi letusan di Indonesia, kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan gunung api dalam tiga tipe, yaitu :
- Gunung api tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
- Gunung api tipe B : Sesudah tahun 1600 belum tercatat mengalami erupsi magmatik, tetapi masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti solfatara.
- Gunung api tipe C : Sejarah erupsi tidak diketahui dalam catatan manusia, tetapi terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara atau fumarola pada tingkat lemah.
Solfatara adalah fumarol yang mengeluarkan gas-gas oksida belerang dan uap air. Sedangkan fumarola adalah sejenis bualan gas dan uap yang membubung dengan kekuatan besar atau kecil disertai suara lemah dari lubang rekahan dalam kawah, lereng atau kaki gunung berapi.
Kawah Mati
Bagi yang suka mendaki gunung, pasti tidak asing dengan istilah 'kawah mati'. Sebutan kawah mati ini bisa saja karena gunung mati ini sejak awal keberadaannya memang tidak pernah erupsi, bisa juga pernah aktif tetapi sudah ratusan tahun tidak pernah erupsi lagi.
Secara umum, gunung tidak aktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Tidak keluar asap, debu, lava dan belerang.
- Tidak terdengar suara gemuruh.
- Tidak mempunyai catatan letusan.
- Tidak terdapat tanda-tanda bisa meletus kembali.
- Tidak terjadi aktivitas vulkanis
Biasanya gunung berapi identik dengan bentuk kerucut sebagai tempat kawah di puncak. Namun berbeda juga dengan Gunung Penanggungan yang berbentuk kerucut dan memiliki kawah mati yang kini nyaris tampak seperti lapangan luas yang bisa dibuat camp.
Gunung Penanggungan berupa kerucut piroklastik dilengkapi dengan kubah lava, dikelilingi oleh delapan puncak yang lebih kecil. Kajian oleh tim Van Bemmelen (1937) mendapati gunung api ini telah tidak aktif paling tidak 1000 tahun, dan erupsi terakhir diperkirakan terjadi sekitar 200 M. Baca Juga : 10 Gunung di Indonesia yang Pernah Meletus Dahsyat
Bagi yang pernah camp di lapangan, pernahkah terbayang sedang tidur di atas mantan kawah aktif? hehehe...
Letusan Gunung (Tidak) Aktif
Gunung api sebenarnya tidak bisa dikatakan mati ketika tidak melakukan aktivitas. Karena mampu istirahat selama ratusan tahun, gunung api tidak pernah benar-benar mati, tetapi hanya istirahat di tempat saja.
Berikut beberapa gunung yang dianggap sudah mati tetapi kembali aktif :
- Gunung Sinabung, Sumatra Utara : Meletus pada 2010 setelah sekitar 400 tahun tidak terjadi aktivitas vulkanik. Letusan terakhir tahun 1600.
- Gunung Guntur Jawa Barat : Letusan terakhir 1840 - 1847 gunung ini tidak beraktivitas hingga dinyatakan aktif kembali pada 2013.
- Gunung Ibu Pulau Halmahera : Kawasan kaldera di Gunung Ibu tidak menunjukkan aktivitas magma sekitar 15.000 tahun terakhir. Gunung ini mendadak meletus pada Desember 1998 menyusul terbentuknya kawah baru pada Januari 1999.
- Gunung Sindoro Jawa Tengah : Tercatat pertama kali mengeluarkan letusan abu pada 1818, kemudian tidak pernah beraktivitas lagi selama kurang lebih 60 tahun. Letusan terjadi lagi pada 1882 , 1903 dan 1906 kemudian berhenti selama 63 tahun. Usai bergeliat pada 1970, Gunung Sindoro tak nampak beraktivitas hingga 2011 kembali beraktivitas dan memunculkan kawah baru.
- Gunung Pinatubo Filipina : Setelah lebih dari 600 tahun tak beraktivitas, pada Juni 1991 tiba-tiba terbangun dan mengeluarkan letusan dahsyat.
- Gunung Sakurajima Jepang : Gunung ini meletus pertama kali pada 1914. Usai beristirahat sekitar 58 tahun, Gunung Sakurajima kembali meletus pada 2013.
- Gunung Eyjafjallajokull Islandia : Gunung ini tercatat dua kali meletus pada 1821 dan 1823. Lalu kembali meletus pada 2010, mengeluarkan simpanan energi yang disimpan selama lebih dari 1100 tahun.
- Gunung Pulau Barren : Gunung berapi aktif India ini meletus pada 2017 setelah beristirahat sekitar 150 tahun. Letusan pertama gunung itu yang tercatat terjadi pada 1787. Sejak itu, gunung berapi tersebut telah meletus lebih dari sepuluh kali.
- Gunung Pulau Kadovar Papua Nugini : Gunung yang lama tertidur dan dianggap tidak aktif tiba-tiba meletus pada 2018. Letusan gunung tersebut sangat mengejutkan karena meletus untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia.
- Gunung Bolshaya Udina : Dianggap tidak aktif sebelumnya, gunung berapi ini telah diberhentikan dari status sebagai tidak aktif hingga akhir 2017.
- Gunung Raikoke Samudra Pasifik Utara : Gunung berapi ini meletus untuk pertama kalinya dalam 100 tahun pada Juni 2019. Raikoke telah meletus dua kali sebelumnya yakni pada 1778 dan 1924.
itu adalah beberapa gunung berapi yang dianggap sudah tidak aktif, tetapi ternyata masih bisa bangun dari istirahat. Bahkan letusan gunung yang sudah lama istirahat lebih berbahaya dibanding gunung api aktif. Benarkah?
Gunung Api Istirahat Lebih Berbahaya?
Seperti yang sudah disebutkan di atas, gunung api bisa beristirahat selama ratusan tahun, tapi tak sedikit juga yang ribuan tahun. Semakin lama gunung itu tidur, akan semakin berbahaya ketika meletus. Contohnya Gunung Sinabung, Gunung Krakatau di Selat Sunda dan Gunung Tambora di Sumbawa.
Krakatau dan Tambora dengan masa tidur sekitar seribu tahun, letusannya mencapai radius 50 km. Gunung Krakatau meletus pada 1883, membuat sebagian gunungnya tersisa dan menjadikannya gunung dengan letusan dahsyat di bumi. Tak kalah dengan enam puluh tahun silam saat Gunung Tambora meletus dengan dahsyat yang menyebabkan bencana kelaparan bertahun-tahun di Eropa. Baca Juga : Letusan Tambora, "Pompeii dari Timur"
Tidak hanya itu, beberapa gunung juga mempunyai siklus tidur yang mulai bisa dibaca para ahli. Seperti Gunung Kelud, memiliki waktu istirahat 0 - 21 tahun, Una-una 90 tahun, Colo 50 - 150 tahun dan Galunggung 60 - 70 tahun. Bagaimanapun waktu ini tidak bisa dijadikan patokan yang mutlak.
Bagaimana Gunung Berapi disebut Mati?
Menurut Prof. Dr. J.A. Katili, mantan Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral, para pakar sepakat bahwa tidak ada gunung api yang bisa mati dan kebanyakan adalah istirahat dalam jangka waktu lama.
Mengingat umur manusia jauh lebih pendek dibanding waktu istirahat gunung berapi, bisa jadi selama ini gunung yang sedang istirahat'pun disebut gunung berapi mati.
Gunung yang masih hidup ditandai dengan bentuk kerucut yang masih bagus. Gunung dalam keadaan tidur biasanya gunung yang sudah jutaan tahun tidak melakukan aktivitas. Secara fisik ditandai dengan adanya parit-parit akibat erosi air hujan.
Tidur atau tidaknya gunung disuplai oleh magma dan ketebalan kerak bumi. Begitu tekanan magma mampu menembus kerak bumi, gunung akan meletus. Jadi, gunung berapi tidak pernah bisa disebut mati kecuali dari awal pembentukannya memang berupa gunung tidak aktif.
Reff : intisari.grid ; wikipedia