Yogyakarta memang selalu istimewa di mata para wisatawan yang pernah berkunjung kesana. Tidak hanya memiliki destinasi wisata yang beragam, salah satu kota wisata unggulan di Jawa ini juga memiliki pesona dari sisi historis. Bukan rahasia lagi kalau di Kota Gudeg ini dulunya pernah berdiri kerajaan besar, yaitu Kerajaan Mataram.
Ada dua kerajaan besar yang pernah berdiri di Yogyakarta, yaitu Mataram Kuno yang berdiri sekitar abad ke-8 dan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-17. Kerajaan Mataram Kuno meninggalkan bukti sejarah berupa candi-candi yang sangat populer, seperti Candi Prambanan, Candi Borobudur, Candi Dieng dan sebagainya.
Gapura Pertama di Kompleks Makam Raja-raja Mataram |
Mataram Islam juga memiliki peninggalan sejarah berupa karya sastra Ghending, kerajinan perak, meriam, dan beberapa kuliner serta adat budaya yang masih dilakukan seperti perayaan Sekaten, upacara Grebeg dan sebagainya. Bahkan, ada juga peninggalan Kerajaan Mataram Islam berupa makam raja Mataram dengan keluarganya (wangsa Mataram).
Ada dua kompleks makam raja Mataram Islam, yaitu di Imogiri dan Kotagede. Meski tidak sebesar kompleks makam di Imogiri, makam raja di Kotagede usianya lebih tua dan banyak dikunjungi peziarah. Di kompleks ini pula terdapat Masjid Gedhe Mataram yang didirikan pada tahun 1640 di era Sultan Agung.
Kompleks Makam Raja-raja Mataram berada di dekat Masjid Kotagede, Dusun Sayangan, Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Untuk ke makam bisa masuk melalui Jl. Masjid Besar melewati pintu gerbang makam atau lewat kori barat Masjid Gedhe. Hanya saja kalau lewat Kori Barat hanya bisa dilalui motor karena jalannya sempit. Kedua jalan tersebut akan bertemu di kompleks Masjid Gedhe.
Di belakang masjid inilah terdapat Makam Agung, yang merupakan makam para peletak dasar Kerajaan Mataram Islam yang menjadi salah satu negara terkuat di Jawa.
Makam Raja-raja Mataram
Untuk ke halaman makam raja Mataram, hanya perlu berjalan melewati gapura masuk di selatan halaman masjid. Gapura paduraksa ini menjadi pintu masuk menuju kompleks makam raja dan tokoh pendiri Kerajaan Mataram Islam. Pada tembok kelir di belakang pintu, ada tulisan yang menyebutkan Kandjeng Panembahan Senopati Bertahta Keradjaan Mataram 1509 Tahun Djimawal (1579 Tahun Masehi). Wafat 1532 th ehe (1601 Tahun Masehi). Kuburan Kotagede."
Halaman pertama ini belumlah area makam, tetapi Bangsal Duda, yaitu tempat berjaga bergilir para Abdi Dalem Keraton Yogyakarta dan Kasultanan Surakarta yang menjaga Makam Kotagede. Bangsal ini didirikan oleh Sultan Agung, cucu Panembahan Senopati. Kemudian ada gapura paduraksa kedua lagi yang akan dijumpai.
Gapura kedua |
Tembok kelir pada gapura kedua ini tidak ada tulisan seperti yang pertama, tetapi hanya dihiasi ukiran-ukiran klasik. Di belakangnya, ada empat buah pendopo yang digunakan para peziarah untuk berganti pakaian. Pendopo tertutup digunakan sebagai kantor kesekretariatan dan tempat berganti pakaian untuk laki-laki.
Pendopo tertutup lainnya ada di depan kantor sekretariat, digunakan berganti pakaian untuk wanita. Dua pendopo terbuka yang lain digunakan untuk antri menunggu giliran ziarah. Dua pendopo terbuka ini adalah Bangsal Pengapit Ler (Bangsal Pendamping Utara) untuk tempat istirahat perempuan, dan satunya adalah Bangsal Pengapit Kidul (Bangsal Pendamping Selatan) untuk istirahat peziaran laki-laki.
Bangsal Pengapit Ler |
Bangsal Pengapit Kidul |
Di Bangsal Pengapit Ler terdapat lukisan Pakubuwono X dan Pakubuwono XI, oayung, bendera merah putih dan jagrak (tempat menaruh tombak). Ini sama dengan yang ada di Bangsal Pengapit Kidul. Bedanya, foto yang terpampang disini adalah Ki Ageng Pamanahan dan Penambahan Senopati, yang merupakan ayah dan anak. Di sebelah barat empat pendopo tersebut, ada gapura paduraksa ketiga, yaitu makam Raja-raja Mataram Islam.
Adat Jawa di Makam Raja
Ada hari-hari tertentu agar dapat berziarah dan pintu makam ini tidak setiap hari dibuka. Di balik tembok yang kokoh itu, terdapat banyak nisan yang petanya bisa dilihat di teras kantor kesekretariatan. Di sana pula terdapat silsilah raja-raja Tumapel- Singasari - Majapahit - Demak - Pajang - Mataram - Surakarta - Yogyakarta.
Jika ingin masuk kompleks makam dan berziarah, ada beberapa aturan dan tata cara yang harus dilakukan, yaitu wajib mengenakan pakaian adat jawa, harus melepas alas kaki dan dilarang keras mengambil foto di area makam. Hal ini dilakukan untuk menghormati para raja dan melestarikan budaya. Lalu busana seperti apa ?
- Laki - laki : jarik (penutup kaki) , surjan (baju kain lurik) dan blangkon (topi).
- Perempuan : jarik dan kemben (kain penutup dada).
Dari 627 makam, ada 81 makam pokok yang dikelompokkan dalam tiga bangsal, yaitu :
- Bangsal Prabayaksa : Terdapat 73 makam, diantaranya Panembahan Senopati, Sri Sultan Hamengku Buwana II, Paku Alam I,II,III dan IV.
- Bangsal Witana : Terdapat 15 makam, diantaranya Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Mertani.
- Bangsal Tajug : Terdapat 3 makam yaitu Nyai Ageng Pamanahan, Panembahan Jayaprana dan Datuk Palembang.
Tidak ada makam baru di kompleks Makam Raja-raja Mataram ini. Penguasa Mataram dan Surakarta lainnya dimakamkan di Makam Raja-raja Mataram Imogiri. Biasanya area makam ramai peziarah pada hari Kamis Paing dan malam Jumat Pon, karena Panembahan Senopati dilahirkan dan wafat hari Jumat Pon.
Sendang Seliran
Di sebelah kiri gerbang makam, ada Sendang Seliran yang dulunya digunakan sebagai tempat pemandian para kerabat Kerajaan Mataram Islam. Ada dua Sendang Seliran di kompleks ini yaitu Sendang Seliran Kakung (laki-laki) di bagian barat dan Sendang Seliran Putri di bagian selatan. Letak Sendang Aliran ini lebih rendah dibanding area makam. Jadi untuk sampai kesana akan menuruni undak-undakan bata.
Sendang Seliran Kakung |
Menurut Abdi Dalem, mata air Sendang Seliran Kakung berasal dari bawah kompleks makam Raja-raja Mataram dan masuk melalui lubang saluran di utara sendang. Sendangnya seperti kamar mandi bersekat tembok yang menghubungkan dengan kolam beratap yang terdapat berbagai jenis ikan, termasuk lele jumbo.
Di sampingnya terdapat sumur dengan kedalaman 3-5 meter dan airnya bisa diambil dengan gayung. Area Sendang Seliran Kakung ini terbuka dan kini digunakan mandi para peziarah. Sumber air di kolam maupun di sumur ini tidak pernah kering meski musim kemarau.
Di sebelah utaranya, ada makam bulus bernama Kyai Dudha Rejah yang ditandai dengan patung kura-kura. Kura-kura berwarna kuning keputihan ini memiliki tiga kaki dan dulu ditemukan nelayan di Pantai Samas pada tahun 1973. Konon kura-kura ini sudah berumur lebih dari 100 tahun hingga kematiannya pada tahun 1987. Untuk mengenang kura-kura keramat ini, maka dibuatlah makam.
Sendang Seliran Putri tempatnya lebih tertutup dan pintu masuknya dibatasi tembok kelir. Mata air Sendang Seliran Putri ini berasal dari bawah pohon beringin (Ringin Sepuh) yang ada di pintu gerbang menuju kompleks pemakaman. Tempat ini juga digunakan mandi para peziarah.
Sendang Seliran Putri |
Kedua kolam di Sendang Seliran dihuni banyak ikan, salah satunya ikan lele jumbo dengan panjang sekitar satu meter. Ikan-ikan lele ini adalah anak turunan lele peliharaan Panembahan Senopati. Ada mitos yaitu, bagi peziarah yang mampu melihat Kiai Reges Truno Lele (lele keramat berupa kepala dan tulang saja), maka doanya akan terkabul.
Peliharaan khusus Sendang Seliran ini adalah lele albino yang merupakan anakan dari Kiai Reges Truno Lele. Jadi, jika ada lele albino mati, akan diperlakukan penguburan khusus layaknya manusia dan dikubur dalam kompleks Makam Raja-raja Mataram.
Tradisi Sendang Seliran
Ada tradisi di Sendang Seliran, yaitu Nawu Sendang dan Padusan. Nawu Sendang adalah tradisi peninggalan Kerajaan Mataram Islam yang dilaksanakan tiap tahun oleh masyarakat lingkungan Makam Raja-raja Mataram. Acara utamanya yakni membersihkan Sendang Seliran yang dilakukan para Abdi Dalem dari dua keraton, yaitu Keraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Tradisi ini mengandung serangkaian bentuk simbolik dengan berbagai makna dan biasanya dianggap sebagai festival budaya, karena tradisi ini juga mengangkat kebudayaan dan kesenian. Acara ini diiringi kirab gunungan dan jodang dari kantpr Kelurahan Jagalan ke Kompleks Masjid Gedhe Mataram.
Padusan adalah tradisi masyarakat Jawa untuk menyucikan diri, membersihkan jiwa dan raga menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini warisan leluhur yang dilakukan turun temurun dengan cara berendam atau mandi di sumber mata air. Hal ini juga sebagai media untuk intropeksi diri, sehingga baik dilakukan di tempat yang sepi.
Di area sendang seliran memang banyak dijumpai bunga-bunga dan dupa, menunjukkan tempat ini masih digunakan para pelaku spiritual. Beberapa warga mempercayai bahwa sumber air tersebut dapat membawa keberkahan. Namun, karena hal ini banyak dimanfaatkan pihak tertentu, maka di sisi salah satu pendopo ada papan bertulis "Hati-hati penipuan berkedok paranormal". Jadi tetap waspada ya!
Tips Wisata di Makam Raja-raja Mataram :
- Taati peraturan yang berlaku di area pemakaman.
- Kenakan pakaian yang sopan dan jaga tingkah laku.
- Siapapun yang ingin masuk ke pemakaman wajib menggunakan pakaian adat Jawa tanpa kecuali. Jika tidak punya bisa menyewa.
- Jika ingin melakukan laku spiritual, sebaiknya lapor di sekretariatan terlebih dahulu.
- Tidak diperkenankan memancing, memberi makan ikan lele maupun mengotori area sendang.
- Jika ingin mandi, harus sesuai tempatnya. Sendang Kakung untuk laki-laki dan Sendang Putri untuk perempuan.
Informasi Makam Raja-raja Mataram Kota Gede :
- Lokasi : Sayangan, Jagalan, Kec. Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (Map : Klik Disini)
- Buka / Tutup : Senin, Kamis, Minggu (10.00-13.00) ; Jum'at (13.00-16.00)
- HTM : -
- Fasilitas : Area parkir, penyewaan baju adat.
- Wisata Sekitar : Between Two Gates, Benteng Sepuri, Pabrik Cokelat Monggo.
Ref : Sekretariat Komplek Makam Raja Mataram Kotagede ; Wikipedia ; Borobudur.co